Rabu, 25 Mei 2011

ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN

Macam-macam alat bukti
1. keterangan saksi
keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuanya itu. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di muka siding pengadilan. Dengan perkataan lain hanya keterangan saksi yang diberikan dalam pemeriksaan disidang pengadilan yang berlaku sebagai alat bukti yang sah. (pasal 185 ayat (1) KUHAP)
a. Syarat sahnya keterangan saksi
• Harus mengucapkan sumpah atau janji
Hal ini diatur dalam psal 160 ayat (3) : sebelum memberi keterangan saksi waib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing. Bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari yg sebenarnya.
• Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti.
Tidak semua keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai bukti, keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang sesuai dengan apa yang dijelaskan pasal 1 angka 27 KUHAP:
a. Yang saksi lihat sendiri
b. Saksi dengar sendiri
c. Dan saksi alami sendiri
d. Serta menyebut alas an dengan pengetahuanya itu.
• Keterangan saksi harus diberikan diberikan di siding pengadilan. Agar supaya keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan itu harus dinyatakan di siding pengadilan. Hal ini sesuai dengan penegasan pasal 185 ayat (1)
• Keterangan saksi saja tidak cukup. Supayaketerangan saksi dapat dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa harus di penuhi paling sedikit atau sekurang-kurangnya dua alat bukti.
• Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri. Keterangan beberapa saksi baru dapat bernilai sebagai alat bukti serta kekuatan pembuktian , apabila keterangan saksi tersebut mempunyai saling hubungan serta saling menguatkan tentang suatu kebenaran suatu keadaan tertentu.
b. Cara menilai kebenaran keterangan saksi.
Dalam menilai dan mengkonstruksi kebenaran keterangan para saksi , pasal 185 ayat (6) menurut kewaspadaan hakim untuk sungguh-sungguh memperhatikan :.
• Persesuaian antara saksi
• Persesuaian keterangan antara saksi dengan alat bukti lain.
• Alasan saksi memberi keterangan tertentu.
2. Keterangan Ahli
Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan. (pasal 186 KUHAP) menurut pasal 1 butir 28 KUHAP diterangkan bahwa yang dimaksud dengan keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (di siding pengadilan) keterangan tersebut diberikan setelah orang ahli mengicapkan sumpah atau janji dihadapan hakim

Alat bukti yang sah dapat melalui prosedur sebagai berikut:
a) Diminta penyidik pada taraf pemeriksaan penyidikan.
Tata cara dan bentuk atau jenis keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah pada bentuk berikut ini :
i. Diminta dan diberikan ahli pada saat pemeriksaan penyidikan.
ii. Atas permintaan penyidik ahli yang bersangkutan membuat laporan.
b) Keterangan ahli yang diminta dan deberikan disidang.
Tatacara dan bentuk kedua ialah keterangan yang diberikan ahli dalam pemeriksaan persidangan pengadilan. Permintaan keterangan ahli dan pemeriksaan penyidikan belum ada diminta keterangan ahli.
3. Alat bukti surat
Yang dimaksud dengan alat bukti surat ialah surat yang dibuat atas kekuatan sumpah jabatan atau dengan sumpah , yaitu:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapanya yang termuat keterangan tenteng kejadian keadaan yang di dengar dilihat atau yang dialaminya sendiri dengan disertai alat bukti yang jelas dan tegas tentang keterangan itu.
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tangggung jawabnya dan diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau suatu keadaan.
c. Surat keterangan seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahlianya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang dapat diminta dari padanya.
d. Surat lain yang hanya berlaku jika ada hubunganya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
4. Alat Bukti Petunjuk
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaianya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri , menandakan telah terjadi suatu tindak pidana . petunjuk dimaksud hanya diperoleh dari:
a. Keterangan saksi
b. Surat
c. Keterangan terdakwa
Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesamaan berdasarkan hati nuraninya. (pasal 188 ayat (1),(2) dan (3) KUHAP.
Petunjuk sebagai alat bukti yang lahir dari kandungan alat bukti yang lain antara lain.
i. Selamanya tergantung dan bersumber dari alat bukti yang lain.
ii. Alat bukti petunjuk baru diperlukan dalam pembuktian apabila alat bukti yang lain belum dianggap hakim cukup membuktikan kesalahan terdakwa.
iii. Dengan demikian upaya mempergunakan alat bukti petunjuk baru dilakukan pada tingkat keadaan dengan upaya pembuktian tidak mungkin diperoleh lagi diperoleh alat bukti yang lain.
5. Keterangan terdakwa
Keterangan terdakwa adalah apa yang “terdakwa nyatakan” disidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau ia ketahui sendiri.

Kekuatan pembuktian

1. Nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi
Tentang nilai kekuatan pembuktian saksi ada baiknya kembali melihat masalah yang berhubungan dengan keterangan saksi ditinjau dari sah atau tidaknya keterangan saksi sebagai alat bukti. Ditinjau dari segi ini, keterangan saksi yang diberikan dalam sidang pengadilan di kelompokkan pada dua jenis:
a) Keterangan saksi menolak bersumpah, tentang kemungkinan penolakan saksi bersumpah telah diatur dalam pasal 161. sekalipun penolakan itu tanpa alas an yang sah dan walaupun saksi telah disandera, namun saksi tetap menolak untuk mengucapkan sumpah atau janji. Dalam keadaan seperti ini menurut pasal 161 ayat (2), nilai keterangan saksi yang demikian dapat menguatkan keyakinan hakim. Memang, keterangan yang diberikan tanpa sumpah atau jnji, bukan merupakan alat bukti. Namun, pasal 161 ayat (2) menilai kekuatan pembuktian keterangan tersebut “dapat menguatkan keyakinan hakim” apabila pembuktian yang telah ada telah memenuhi batas minimum pembuktian.
b) Keterangan yang diberikan tanpa sumpah,
Hal ini bias terjadi seperti yang diatur dalam pasal 161, yakni saksi yang telah memberikan keterangan dalam pemeriksaan penyidikan dengan tidak disumpah, ternyata “tidak dapat dihadirkan” dalam pemeriksaan siding pengadilan. Keterangan saksi yang terdapat dalam berita acara penyidikan dibacakan disidang pengadilan, dalam hal ini undang-undang tidak mengatur secara tegas nilai pembuktian yang dapat ditarik keterangan kesaksian yang dibacakan disidang pengadilan. Namun demikian , kalau bertitik tolak dari ketentuan pasal 161 ayat (2) di hubungkan dengan pasal 185 ayat (7) nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada keterangan saksi yang dibacakan disidang pengadilan, sekurang-kurangnya dapat “dipersamakan” dengan keterangan saksi yang diberikan di persidangan tanpa sumpah. Jadi, sifatnya tetap tidak merupakan alat bukti, tetapi nilai kekuatan pembuktian yang melekat padanya:
i. Dapat dipergunakan “ menguatkan keyakinanan” hakim.
ii. Atau dapat bernilai dan dipergunakan sebagai “tambahan alat bukti” yang sah lainya.
c) karena hubungan kekeluargaan. Seperti yang sudah dijelaskan, seorang saksi yang mempunyai pertalian keluarga tentu dengan terdakwa tidak dapat memberikan keterangan dengan sumpah. Barangkali untuk mengetahui nilai keterangan mereka yang tergolong pada pasal 168, harus kembali menoleh pada pasal 161 ayat (2) dan pasal 185 ayat (7):
i. Keterangan mereka tidak dapat dinilai sebagai alat bukti,
ii. Tetapi dapat dipergunakan menguatkan hakim,
iii. Atau dapat bernilai dan dipergunakan sebagai tambahan menguatkan alat bukti yang sah lainya sepanjang keterangan tersebut mempunyai persesuaian dengn alat bukti yang sah itu, dan alat bukti yang sah itu telah memenuhi batas minimum pembuktian.
d) saksi termasuk golongan yang disebut pasal 171. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin atau orang yang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang baik kembali, boleh diperiksa memberi keterangan “tanpa sumpah” disidang pengadilan. Titik tolak untuk mengambil kesimpulan umum dalam hal ini ialah pasal 185 ayat (7) tanpa mengurangi ketentuan lain yang diatur dalam pasal 161 ayat (2), maupun pasal 169 ayat 2 dan penjelasan pasal 171. bertitik tolak dari ketentuan ketentuan tersebut, secara umum dapat disimpulkan:
i. Semua keterangan saksi yang diberikan tanpa sumpah dinilai “bukan merupakan alat bukti yang sah” walupun keterangan yang diberikan tanpa sumpah bersesuaian dengan yang lain, sifatnya tetap “bukan merupan alat bukti”
ii. Tidak mempunyai kekuatan alat pembuktian.
iii. Akan tetapi “dapat” dipergunakan “sebagai tambahan” menyempurnakan kekuatan pembuktian yang sah.
2) nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi yang disumpah sebenarnya bukan hanya unsur sumpah yang harus melekat pada keterangan saksi agar keterangan itu bersifat alat bukti yang sah, tetapi harus dipenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan undang-undang. Keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah maupun nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi . dapat diikuti penjelasan berikut :
a. Mempunyai kekuatan pembuktian bebas.
b. Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian hakim.
3) Nilai kekuatan pembuktian surat
Sampai sejauh manakah kekuatan pembuktian alat bukti surat? Apakah alat bukti surat mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan?
a. Ditinjau dari segi formal, ditinjau dari segi formal, alat bukti surat yang disebut pada pasal 187 huruf a, b, dan c adalah alat bukti yang “sempurna”. Sebab bentuk surat-surat yang disebut didalamnya dibuat secara resmi menurut formalitas yang di tentukan perundang-undangan.
b. Ditinjau dari segi materiil, dari sudut materiil semua alat bukti surat yang disebut pasal 187, “bukan alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat”. Pada diri alat bukti surat itu tidak melekat kekuatan pembuktian yang mengikat. Nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat, sama halnya dengan nilai pembuktian keterangan saksi dan alat bukti keterangan ahli, sama-sama mempunyai nilai pembuktian yang “bersifat bebas” tanpa mengurangi sifat kesempurnaan formal alat bukti surat yang disebut pada pasal 187 huruf a, b, dan c sifat kesempurnaan formal tersebut tidak dengan sendirinya tidak mengandung nilai kekuatan pembuktian yang mengikat. Hakim bebas menilai kekuatan pembuktianya. Hakim dapat mempergunakan atau menyingkirkanya. Dasar alas an ketidakterikatan hakim atas alat bukti surat tersebut didasarkan pada beberapa asas, antara lain:
• Asas pemeriksaan perkara pidana ialah untuk mencari kebenaran materiil atau “kebenaran sejati” (materiel waarheid)
• Asas keyakinan hakim seperti yang terdapat dalam jiwa ketentuan pasal 183, berhubungan erat dengan ajaran system pembuktian yang dianut KUHAP. Berdasarkan pasal 183 KUHAP menganut ajaran system pembuktian “menurut undang-undang secara negatif”
• Asas minimum pembuktian , ditunjau dari segi formal alat bukti surat resmi (autentik) berbrntuk surat yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan undang-undang adalah alat bukti yang bernilai sah dan bernilai sempurna, namun nilai kesempurnaan yang melekat pada alat bukti yang bersangkutan tidak mendukungnya untuk berdiri sendiri. Ia tetap memerlukan alat bukti lainya.
4. nilai kekuatan pembuktian petunjuk
adapun mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk serupa sifat dan kekuatnya dengan alat bukti lain. Sebagaimana yang sudah diuraikan mengenai kekuatan pembuktian keterangan saksi, keteranan ahli, dan alat bukti surat, hanya mempunyai sifat kekuatan pembuktian yang bebas.
• Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk. Oleh karena itu hakim bebas menilainya dan mempergunakanya sebagai upaya penbuktian.
• Petunjuk sebagai alat bukti, tidak bisa berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa, dia tetap terikat kepada prinsip batas minimum pembuktian, oleh karena itu harus didukung oleh sekurang-kurangnya satu alat bukti lain.
5. Kekuatan pembuktian keterangan terdakwa
Nilai kekuatan pembuktian alat bukti keterangan terdakwa adalah sebagai berikut.
• Sifat kekuatan pembuktianya adalah bebas.
Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat pada alat bukti keterangan terdakwa. Dia bebas menilai kebenaran yang terkandung didalamnya.
• Harus memenuhibatas minimum pembuktian.
Sebagaimana telah diuraikan pada asas penilaian alat bukti keteranagn terdakwa, sudah dijelaskan satu asas penilaian yang harus diperhatikan hakim. Yakni ketentuan yang dirumuskan pada pasal 189 ayat (4) , yang menentukan “keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan padanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
• Harus memenuhi asas keyakinan hakim
Hal inipun sudah berulang kali dibicarakan. Sekalipun kesalahn terdakwa telah terbukti sesuai dengan asas batas minimum pembuktian, masih harus lagi dibarengi dengan “keyakinan hakim”, bahwa memang terdakwa yang bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan